ANALISA INTERFERENSI FM TERHADAP LINK TRANSMISI SATELIT INTERMEDIATE DATA RATE
Dr.Ing. Mudrik Alaydrus dan Zubair
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri, Universitas Mercubuana
Abstrak- Sistem komunikasi satelit pada hakekatnya adalah sistem transmisi gelombang radio, dimana satelit merupakan repeater tunggal. Pada sistem komunikasi satelit banyak ditemukan gangguan-gangguan, diantaranya adalah interferensi FM. Interferensi ini disebabkan oleh stasiun bumi yang terinduksi oleh frekuensi radio FM dengan range 88 – 108 MHz, induksi radio FM ini masuk melalui kabel IF.
Pada tugas akhir ini dianalisa akibat yang ditimbulkan oleh interferensi FM ini terhadap link satelit dengan perhitungan link budget. Nilai C/N total carrier IDR sebesar 11,857 dB. Dan C/N total setelah terinterferensi FM sebesar 10,757 dB. Nilai C/N total turun sebesar 1,1 dB. Hal ini berakibatkan pada performansi link satelit
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem komunikasi satelit pada hakekatnya adalah sistem transmisi gelombang radio, dimana satelit merupakan sebuah repeater tunggal. Prinsip dasar sistem komunikasi satelit adalah suatu terminal sinyal dikirim ke stasiun bumi, kemudian dari stasiun bumi sinyal tersebut dipancarkan ke satelit. Pada komunikasi satelit ditemukan banyak gangguan atau interferensi salah satunya adalah interferensi radio FM. Interferensi ini disebabkan oleh stasiun bumi yang terinduksi oleh frekuensi radio FM dengan range 88 – 108 MHz sehingga terpancarkan ke satelit. Interferensi radio FM ini menginduksi melalui kabel IF yang mengakibatkan menganggu carrier yang terdapat pada transponder dan besar nilai C/N total akan berdampak terhadap perhitungan link budget
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan Tugas Akhir ini adalah untuk:
a. Mengamati dan menganalisa terjadinya interferensi radio FM pada stasiun bumi.
b. Menganalisa pengaruh yang ditimbulkan akibat interferensi radio FM.
1.3 Batasan Masalah
Dalam Tugas Akhir ini diberikan pembatasan-pembatasan masalah sebagai berikut:
a. Sistem dan satelit adalah Telkom-1
b. Tidak membahas modulasi FM
c. Range frekuensi FM yang dipakai adalah 88-108 MHz
d. Jenis modulasi yang dipakai 8-PSK
e. Band frekuensi yang digunakan adalah C band
II. SISTEM KOMUNIKASI SATELIT
2.1 Latar Belakang
Teknologi satelit berawal dari tulisan Arthur C. Clarke (1945) yang berjudul Extra Terrestrial Relays, tulisan ini muncul karena adanya keterbatasan jarak untuk transmisi radio terrestrial (permukaan bumi. Pada dasarnya komunikasi melalui satelit adalah sama dengan sistem radio microwave dengan sebuah pengulang. Dimana pengulang yang berupa satelit yang mengorbit bumi dengan jarak 36.000 km (22,300 mil) dari permukaan bumi. Gambar berikut merupakan ilustrasi sistem komunikasi satelit mengelilingi permukaan bumi dengan banyak satelit pada orbit geostationer (GEO) sehingga dapat menjangkau hampir seluruh permukaan bumi
Gambar 1 Sistem Komunikasi Satelit
Secara garis besar sistem komunikasi satelit terdiri atas 2 komponen, ground segmen (user terminal, stasiun bumi dan jaringan) dan space segmen (power supply, kontrol temperature, telemetry, tracking dan command / TT&C) . Arsitektur sistem komunikasi satelit terlihat pada gambar
Gambar 2. Arsitektur sistem komunikasi satelit
2.1.1 Space Segmen
Pada dasarnya sebuah satelit adalah benda angkasa yang mengelilingi benda angkasa lainya. Untuk dapat melaksanakan tugasnya memancarkan kembali (relaying) sinyal-sinyal yang diterima dari bumi maka suatu satelit didukung oleh perangkat yang handal
2.1.2 Ground Segmen
Pada dasarnya stasiun bumi adalah jaringan lanjutan untuk menuju pemakai, seperti sentral telepon, pusat komputer ataupun televisi. Untuk terciptanya suatu komunikasi maka pada stasiun bumi dibutuhkan perangkat pendukung, seperti yang terlihat pada gambar
Gambar 3.Blok Diagram Stasiun Bumi
2.2 Broadcast FM
Pada siaran radio dalam pengopersiannnya menggunakan teknik modulasi, dimana sinyal yang menumpang adalah sinyal suara, sedangkan yang ditumpangi adalah sinyal radio yang disebut sinyal pembawa (carrier). Teknik modulasi yang sering dipakai adalah FM dan AM. Alokasi frekuensi sinyal carrier untuk siaran FM ditetapkan pada frekuensi 88 – 108 MHz kecuali untuk negara jepang dan rusia. Jepang menggunakan range frekuensi FM, 76 – 90 MHz
2.3 Satelit Link Budget
Link budget merupakan parameter penting dalam perancangan link komunikasi satelit
Untuk menghitung suatu link budget maka komponen yang harus diperhatikan adalah payload satelit, stasiun bumi dan jalur propagasi.
1. Komponen payload satelit
Komponen payload satelit adalah komponen yang terdapat dalam satelit yang berfungsi untuk proses komunikasi. Secara garis besar parameter payload terdiri atas 2 bagian, yaitu
• Parameter sisi transmit satelit
• Parameter sisi receive satelit
2. Komponen stasiun bumi
Komponen stasiun bumi terdiri dari beberapa parameter yaitu:
• Carrier data yang mencangkup tipe modulasi dan data rate
• Frekuensi uplink dan downlink
• Letak koordinat stasiun bumi (longitude dan latitute) yang mempengaruhi azimut dan elevasi dari posisi antena pada stasiun bumi.
• Gain antena stasiun bumi pada sisi transmit (Tx) dan receive (Rx), yang dipengaruhi oleh diameter dan efisiensi antena.
3. Komponen jalur propagasi
• Free space loss (redaman ruang bebas)
• Rain attenuation (redaman hujan)
• Atmosfer attenuation (redaman atmosfer)
• Pointing loss
2.3.1 Link Intermediate Data Rate (IDR)
Link IDR ini merupakan perhitungan parameter-parameter data carrier yaitu carrier (info rate) dan jenis modulasi yang dipakai (QPSK, 8PSK, 16QAM) akan menentukan besarnya C/N yang dibutuhkan untuk dapat mengirim sinyal dengan baik.
…………….. (2.1)
Dimana,
Data rate{R} = Info rate + Overhead (bps)………(2.2)
Transmission rate {Tr}= (bps)……. (2.3)
Symbol rate (Sps) = . (2.4)
Bandwidth(Hz)= (2.5)
= 0.2 (BW occupied)
0.4 (BW allocated)
Indeks modulasi {n} = 1 (BPSK)
2 (QPSK)
3 (8PSK)
4 (16QAM)
Forward Error Correction {FEC} =
2.1.1 Penguatan Antena Stasiun Bumi (Gant)
Gant (dB)= 20,4 + 20 log f + 20 log D + 10 log ... (2.6)
Dimana :
f = frekuensi (GHz)
D = diameter antena (m)
= effiesiensi antena (%)
2.1.2 Elevasi Stasiun Bumi
Elevasi (deg) =
a tan ………...…. (2.7)
Dimana:
= latitude stasiun bumi (degree)
= longitude stasiun bumi (degree)
= longitude satelit (degree)
= -
RE = radius bumi (km)
h = tinggi GSO (km)
2.1.3 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
EIRP merupakan daya maksimum gelombang sinyal mikro yang dihasilkan oleh antenna transmitter.
EIRPsb (dBW)= Pt + Gtx – Feed loss ……………... (2.8)
Dimana :
Pt = Daya pancar HPA (dBW)
Gtx = Penguatan antenna pemancar (dB)
2.1.4 Figure of Merit (G/T)
G/T merupakan perbandingan antara penguatan penerimaan antenna dengan noise temperature sistem penerimaan yang menunjukan kualitas suatu sistem penerimaan sinyal.
Gambar 4 Konfigurasi Antena Receiver
G/T dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
G/T (dB/Ko) = GR – 10 * log Ts ......................... (2.9)
Dimana :
GR = Gant rx – feed loss
Ts = Tin + TLNA , Ts : Temperatur sistem
Tin =
2.1.5 Redaman Propagasi
Redaman propogasi terjadi akibat penggunaan media transmisi berupa udara (atmosfer) dan melalui ruang hampa (diluar angkasa). Redaman propagasi terdiri dari:
1. Redaman ruang bebas (Free Space Loss)
Redaman ruang bebas muncul akibat perambatan sinyal dari pemancar ke penerima melalui ruang hampa pada komunikasi satelit. Besarnya nilai FSL berkisar ~ 196 – 200 dB dan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
FSL (dB) = 32,45 + 20 log f + 20 log d .................(2.10)
Dimana :
F = frekuensi (MHz)
d = jarak antara stasiun bumi ke satelit (km)
2. Redaman Hujan (Rain Attenuation)
Redaman hujan ini dipengaruhi oleh frekuansi yang digunakan, curah hujan dan jarak lintasan propagasi yang melalui hujan.
Koefisien Rain Rate
Frekuensi Ah Av Bh Bv
2 0.000154 0.000138 0.963 0.923
4 0.00065 0.000591 1.121 1.075
6 0.00175 0.00155 1.308 1.265
7 0.00301 0.00265 1.332 1.312
8 0.00454 0.00395 1.327 1.31
9 0.0101 0.00887 1.276 1.264
12 0.0188 0.0168 1.217 1.2
15 0.0367 0.0355 1.154 1.128
20 0.0751 0.0691 1.099 1.065
Secara geometri link dari stasiun bumi ke satelit dan sebaliknya yang dipengaruhi oleh hujan seperi gambar berikut.
Alur menghitung redaman hujan adalah sebagai berikut:
• Menentukan ketinggian hujan efektif (hR), menggunakan persamaan:
hR(km)= ............ (2.11)
dimana :
= posisi lintang stasiun bumi (deg)
• Menghitung panjang slant path yang terpengaruh hujan (Ls), menggunakan persamaan:
Ls (km) = untuk ... (2.12)
Ls (km) = untuk ... (2.13)
Dimana :
hs = tinggi rata-rata permukaan laut dengan stasiun bumi (km)
= sudut elevasi (degree)
hR = tinggi efektif hujan (Km)
• Menghitung proyeksi horizontal panjang slant pacth yang dipengaruhi hujan (LG), menggunakan persamaan:
LG (km) = Ls cos θ .................................. (2.14)
• Menentukan intensitas laju curah hujan (rain rate intensity) untuk persentase 0,01 % (r0,01) sesuai lokasi stasiun bumi. Intensitas curah hujan mengacu pada pembagian daerah yang telah ditentukan ITU misalnya: Asia, Oceania dan Australia sesuai tabel berikut:
Untuk wilayah indonesia masuk dalam daerah P dengan R0,01 sebesar 145 mm/h.Menghitung faktor reduksi (r0,01) redaman hujan dengan persamaan:
R0,01 = ................................... (2.15¬)
• Menghitung koefisien regresi redaman hujan spesifik dan berdasarkan tabel koefisien regresi, menggunakan rumus:
α = .. (2.16)
= ..(2.17)
Untuk wilayah Indonesia menggunakan C-Band linier polarization
untuk circular polarization = 450
untuk vertical linier polarization = 900
untuk horizontal linier polarization = 00
• Menghitung koefisien redaman hujan (dB/km), dengan persamaan:
.................................. (2.18)
• Menghitung redaman hujan (A0,01) untuk 0,01 %, dengan persamaan:
A0,01 (dB) = ............... (2.19)
3. Redaman Atmosfer (Atmosfer Attenuation)
Besarnya Attmosfer Attenuation berkisar ~ 0,02 dB
4. Pointing Loss
Pointing error pada stasiun bumi merupakan sudut antara sumbu sorotan utama (main beam) antenna dengan arah satelit yang sebenarnya.
Berikut adalah persamaan untuk menghitung pointing loss:
Loss (dB) = ........................ (2.20)
.......................................... (2.21)
Dimana :
= pergerakan satelit dalam box keeping = 0,05 0
= panjang gelombang, = kecepatan cahaya (C) x frekuensi
C = 3 x 108 m/s2
5. Loss Propagasi
Loss propagasi tergantung jarak satelit ke stasiun bumi dan frekuensi kerja yang dipergunakan dalam link satelit. disamping itu juga dipegaruhi atmosfer dan redaman hujan.
Loss propagasi (dB) = Free space loss + Rain Att + Atmosfer Att + Pointing loss.............................(2.22)
2.1.6 Saturated Flux Density (SFD)
SFD merupakan rapat daya maksimum yang diterima oleh antenna satelit dari stasiun bumi yang menghasilkan nilai EIRPsaturasi dari sistem satelit. SFD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
SFD(dBW/m2)= .............2.23)
Dimana:
d = jarak antara stasiun bumi ke satelit (km)
2.1.7 Power Flux Density (PFD)
Rapat daya densitas menunjukan besar daya yang dipancarkan suatu terminal dari bumi yang dapat diterima satelit. Untuk menghitung PFD dapat menggunakan rumus berikut:
PFD(dBW/m2) = EIRPsb + Spreding loss +Rain Att + Atmosfer Att...(2.24)
Dimana :
Spreding loss = 10 * log (4 d 2) = 162.12
2.1.8 Programmable Attenuation Device (PAD)
PAD merupakan redaman transponder yang ditambahkan pada rapat daya densitas (PFD) yang diterima satelit, sistem satelit secara otomatis meredam rapat daya yang diterima. Fungsi PAD untuk mengoptimalkan sinyal yang diterima satelit dan mengatur sensitifitas satelit terhadap rapat daya yang diterima sehingga tidak terjadi interferensi. Nilai PAD untuk satelit Telkom-1 adalah 10 dB.
2.1.9 Input Back-Off dan Output Back-Off
IBO dan OBO menunjukan penempatan titik kerja dibawah titik saturasi, yang masih berada pada kelilinieran daerah kerja dari penguat transponder satelit.
IBOcxr / OBOcxr merupakan IBO/OBO dari setiap carrier pada saat amplifier dibebani/dalam kondisi multi carrier. IBOcxr dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :
IBOcxr (dB) = SFD + PAD – PFD ……. (2.25)
OBOcxr (dB)= IBOcxr – (IBOagg – OBOagg). (2.26)
Dimana :
PAD = Programmable attenuation device (dB)
PFD = Power flux density (dBW/m2)
IBOagg = IBO aggremen (dB)
OBOagg = OBO aggremen (dB)
2.1.10 Carrier to Interference (C/I)
…………….. (2.27)
2.1.11 Carrier to Noise (C/N)
Carrier to noise merupakan perbandingan antara daya sinyal pembawa dengan derau yang diterima. Dalam sistem komunikasi satelit terdapat C/N uplink dan C/N down link sesuai persamaan berikut:
C/Nup (dB) = EIRPstasiun bumi – loss propagasiuplink + G/Tsatelit – K – B.. (2.28)
C/Ndn (dB) = EIRPsatelit – loss propagasidnlink + G/Tstasiun bumi – K – B.. (2.29)
Dimana :
K = konstanta boltzman (1,38 x 10-23 J/K = -228,6 dBW Hz/K)
B = bandwith occupation (Hz)
Setelah mengetahui nilai C/N uplink dan down link maka untuk mengetahui kualitas sinyal secara keseluruhan harus dihitung nilai C/N totalnya. Persamaan untuk mencari nilai C/N total adalah penjumlahan secara paralel dimana C/N dalam dB harus diubah ke bentuk decimal terlebih dahulu.
……..(2.30)
Agar komunikasi dapat berlangsung maka ditransmisikan harus berada di atas ambang. Perbedaan dalam dB antara ambang (minimum) dengan yang diharapkan disebut link margin. Besarnya link margin dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Linkmargin(dB)=
……………………….. (2.31)
3. INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR)
3.1 Interferensi Radio FM
Pada komunikasi satelit banyak ditemui gangguan-gangguan (interferensi) yang disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah interferensi radio FM. Interferensi radio FM adalah interferensi yang dimunculkan oleh stasiun bumi yang terinduksi oleh frekuensi FM (88 – 108 MHz) dan dipancarkan ke satelit. induksi ini terjadi melalui kabel IF yang berada antara modem dan up converter. Sumber gangguan interefensi FM adalah stasiun pemancar radio FM yang lokasinya dekat dengan stasiun bumi. Berdasarkan data tahun 2007 (Jan – Sep) gangguan radio FM merupakan penyumbang 9 % dari seluruh gangguan satelit telkom 1 dan telkom 2.
Penyebab interferensi radio FM adalah
• Untuk menerima frekuensi radio FM dibutuhkan sebuah antena. Jika konektor penghubung antara modem dan up converter tidak terpasang dengan baik maka dapat menjadi antena untuk masuknya frekuensi radio FM.
• Pemasangan grounding yang tidak baik (shielding)
• Pemasangan kabel IF kurang baik dan tidak dipastikan ulang.
• Jika stasiun bumi Stasiun bumi berdekatan dengan pemancar radio FM
• Kondisi kabel IF yang kurang baik dan tidak diketahui adanya kabel yang tidak terpasang sempurna
• Range frekuensi IF adalah 50 – 90 MHz dan mempunyai filter besar dari 40 Mhz, maka frekuensi radio FM yang masuk tidak bisa disaring sehingga terbawa ke satelit.
Gambar5. Carrier IDR dan Interferensi FM
Dampak gangguan radio FM
a. Terhadap stasiun bumi
• Beban (loading) HPA akan bertambah
• Beban up converter akan bertambah
• Carrier yang dikirim oleh stasiun bumi sumber interferensi mengalami degrasi
b. Terhadap satelit
• Beban (loading) transponder bertambah
• Mengganggu carrier yang beroperasi di transponder
• Dapat mengakibatkan transponder over saturasi
• Noise floor transponder naik
• Intermodulasi carrier di transponder
Langkah-langkah untuk mencari sumber gangguan radio FM
• Mendecode sinyal gangguan dengan spektrum analyzer yang memiliki fasilitas decoder FM/AM sehingga dapat diketahui nama pemancar, lokasi dan frekuensi radio FM.
• Menghubungi seluruh pelanggan yang mengoperasi disekitar lokasi pemancar radio FM
• Melakukan sweeping carrier dengan alat sweeper (horn 6 GHz) dengan jarak (± 5 Km) dari stasiun bumi yang terinterferensi radio FM
Tindakan perbaikan yang dilakukan terhadap intereferensi radio FM
• Memeriksa dan memastikan konektor IF terpasang sesuai standar
• Menganti kabel IF dengan kualitas standar
• Memasang komponen filter IF dengan lebar 40 MHz
• Memperbaiki grounding
3.2 Intermediate Data Rate (IDR)
Sistem IDR adalah sistem komunikasi digital melalui media satelit dengan teknologi transmisi digital sebagai pembawa data dan suara. Sistem IDR menggunakan modulasi QPSK memakai laju informasi mulai dari 64 hingga 2048 Kbit/s yang dibagi menjadi 64,128,192,384,512,1024,1544 dan 2048 kbit/s.
Secara garis besar perangkat sistem IDR merupakan standar umum stasiun bumi yang terdiri dari modem, up/down converter,LNA,HPA dan antena
3.2.1 Modem
Modem adalah suatu perangkat yang berfungsi untuk mengubah sinyal isyarat analog ke isyarat digital dan digital ke analog. Modem menggunakan bentuk modulasi digital, dan modulasi digital yang paling banyak dipakai adalah modulasi pergeseran frekuensi FSK (Frequency Shf Keying) dan QAM (Quadrature Amplitude Modulation). Berikut adalah gambar modem yang dipakai pada sistem komunikasi satelit
Penamaan teknik IDR sebenarnya terdapat pada bagian modem ini yang terdiri dari bebrapa unit yaitu overhead, scrambler/desclamber, FEC, encoder/decoder dan modulator/demodulator QPSK seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 6 Kanal Unit IDR
• Overhead
Overhead adalah penambahan bit informasi untuk keperluan enginer service circuit (ESC), yang merupakan perlengkapan komunikasi utama untuk manajemen carrier, operasi carrier dan berguna sebagai jalur koordinasi antar stasiun bumi. Penambahan overhead ini untuk informasi rate diatas 1544 Mbps yaitu sebesar 96 kbps
• Scrambler/Descrambler
Scrambler atau pengacak berfungsi untuk menstabilkan daya sinyal pembawa pada transponder satelit dan stasiun bumi agar tetap memancarkan sinyal walaupun tidak ada sinyal informasi. Descrambler atau anti pengacar berfungsi untuk membentuk kembali kode-kode yang telah diacak.
• Forward Error Corecction (FEC)
Sistem yang dapat mendeteksi dan mengkoreksi error adalah forward error correction (FEC).
• Modulator/Demodulator
Modulator berfungsi mengatur sinyal input sistem komunikasi (base band) menjadi IF. Sedangkan demodulator berfungsi mengubah sinyal IF menjadi sinyal base band.
3.2.2 Antena
Umumnya antena yang dipakai untuk komunikasi satelit adalah antena parabola jenis cassegrain.
3.2.3 High Power Amplifier (HPA)
HPA merupakan penguat akhir dari sinyal RF sebelum dipancarkan ke satelit.
3.2.4 Low Noise Amplifier (LNA)
Untuk menerima sinyal yang lemah dari satelit, antena stasiun bumi harus dihubungkan ke sebuah penerima dengan sensitivitas tinggi, misalnya penerima dengan thermal noise rendah.
3.2.5 Up/Down Converter
Up converter berfungsi mengubah sinyal IF 70 MHz menjadi RF 6 GHz. Down converter berfungsi untuk mengubah sinyal RF 4 GHz menjadi sinyal IF 70 MHz
4. ANALISA INTERFERENSI RADIO FM TERHADAP IDR
4.1 Interferensi Radio FM
4.1.1 Analisa Interferensi Radio FM
Seperti yang telah dijelaskan pada bab III bahwa interferensi FM disebabkan oleh frekuensi radio FM dengan range 88 – 108 MHz yang masuk melalui kabel IF yang berada antara modem dan up converter.
Interferensi FM menganggu link satelit yang berakibat terhadap nilai C/N total. Untuk menghitung dampak yang diakibatkan oleh interferensi ini terhadap link satelit maka dihitung carrier to interference (C/I) dengan rumus dibawah ini:
C/I (dB) = level carrier IDR (dBm) – level interferensi FM (dBm)
Dari pengukuran didapat level carrier IDR yaitu -16,14 dBm dan gambar 4.2 didapat level interferensi FM sebesar -35,40 dBm, sehingga C/I yang disebabkan oleh broadcast FM dapat dihitung, yaitu:
C/I FM (dB) = level carrier IDR (dBm) – level interferensi FM (dBm)
= -16,14 – (-35,40)
= 19,26 dB
Dari perhitungan diatas didapat nilai C/I FM berdampak terhadap C/N total dan link margin pada perhitungan link satelit.
4.1.2 Menentukan frekuensi Radio FM
Berdasarkan frekuensi data yang telah didapat maka bisa dijabarkan dengan gambar dibawah ini
Perhitungan memakai rumus
Frekuensi center transponder yang terinterfrensi radio FM (a) = 4120 MHz
Frekuensi interferensi radio FM pada transponder (b) = 4103,2 MHz
Frek interefensi radio FM (MHz)
= (90 + (70 – (a – b + 50)))
= (90 + (70 – (4120 – 4103,2 + 50)))
= (90 + (70 – 66,8)
= 93,2 MHz
Perhitungan manual
Transponder yang terinterferensi adalah transponder 11 H dengan range frekuensi 4100 – 4140 MHz. Frekuensi interferensi radio FM adalah 4103,2 MHz. Jarak interferensi radio FM pada transponder adalah 4103,2 – 4100 = 3,2. Untuk mendapatkan frekuensi FM maka 3,2 ditambahkan dengan frekuensi IF terdekat yaitu 90 Mhz, sehingga frekuensi radio FM adalah 90 + 3,2 = 93,2 MHz (frekuensi radio FM)
4.2 Analisa Terhadap Link Budget
4.2.1 Link Budget IDR
Perhitungan link budget IDR ini bertujuan untuk mengetahui performansi link modulasi digital. Parameter-parameter yang mempengaruhi performansi link modulasi digital yatu data carrier, jenis modulasi yang dipakai dan forward error correction (FEC).
Data Carrier
Data rate (R) = Info Rate + Overhead
= 2048 Kbps + 96 Kbps
= 2144 Kbps
Transmission rate (Tr) =
=
= 2858,667 Kbps
Simbol rate =
=
= 952,889 Ksps
Bandwidth occupation =
=
= 1143.467 KHz
Bandwidth allocated =
=
= 1334,044 KHz
C/N required =
= 6,7 dB + 10 Log
= 6,7 + 3,97
= 10,67 dB
4.2.2 Link Budget Stasiun Bumi
Untuk melakukan perhitungan Link Budget dibutuhkan parameter input stasiun bumi pemancar (TX) dan stasiun bumi penerima (RX
• Gain antena TX = 20,4 + 10 log (%) + 20 log d(m) +20 log f(GHz)
= 20,4 + 10 log 0,6 + 20 log 3,8 + 20 log 6,135
= 20,4 + (-2.218) + 11,595 + 15,756
= 45,533 dB
• Gain antena RX = 20,4 + 10 log (%) + 20 log d(m) +20 log f(GHz)
= 20,4 + 10 log 0,6 + 20 log 3,8 + 20 log 3,960
= 20,4 + (-2.218) + 11,595 + 11,953
= 41,731 dB
• Elevasi
= - 108 – (-106,93) = - 1,07 deg
EL = arc tan
= arc tan
= arc tan
= arc tan
= arc tan 1,728
= 59,955
• EIRPstasiun bumi = Pt + GTX – Feed loss
= 12.3 dBw + 45.533 dB – 1
= 56.833 dBW
• Figure of Merit (G/T)
GR = Gant rx – Feed loss
= 41,73 – 1
= 40,73
Ts = Tin + TLNA
=
= 70
G/T = GR – 10 Log Ts
= 40,73 – 10 Log 70
= 40,73 – 18,45
= 22,23 dB/0K
4.2.3 Redaman Propagasi
1. Redaman ruang bebas (Free space loss)
• FSLup link = 32,45 (dB) + 20 log f (MHz) + 20 log d (Km)
= 32,45 (dB) + 20 log 6135 + 20 log 36000
= 32,45 + 75,756 + 91,126
= 199,332 dB
• FSLdown link = 32,45 (dB) + 20 log f (MHz) + 20 log d (Km)
= 32,45 (dB) + 20 log 3960 + 20 log 36000
= 32,45 + 71,953 + 91,126
= 195,529 dB
2. Redaman hujan
• Ketinggian hujan efektif (hR)
hR = 4 km ( 00 < latitude stasiun bumi = -6,35 ≤ 360)
• Panjang slant path yang terpengaruh hujan (Ls)
= 4,620 km
• Proyeksi horizontal projection (LG)
= 4,620 * cos 59,0550
= 2,313 km
• Intensitas laju curah hujan (rain rate intensity) r0,01
= 0,905
• Koefisien regresi redaman hujan spesifik dan
=
=
=
= 0,00167
=
=
=
= 1,297
=
=
=
= 0,000613
=
=
=
= 1.093
• Koefisien redaman hujan
= 1,04 dB/km
= 0,141 dB/km
• Redaman hujan (Rain attenuation) A0,01
Rain attup =
= 1,04 x 4,620 x 0,905
= 4,34 dB
Rain attdn =
= 0,141 x 4,620 x 0,905
= 0,589 dB
3. Redaman atmosfer
Besarnya redaman atmosfer (atmosfer attenuation)berkisar ~ 0,02 Db
4. Pointing Loss
Peredaran satelit mengelilingi bumi dijaga dalam bos keeping ( ) sebesar 0,05 0
• Ponting loss TX =
= 12
= 0,037 dB
• Ponting loss TX =
= 12
= 0,015 dB
5. Loss Propagasi
• Loss propagasi uplink = FSLuplink + Rain attup + Atm attup + Pointing
= 199,332 + 4,34 + 0,02 + 0,037
= 203,729 dB
• Loss propagasi dnlink = FSLdnlink + Rain attdn + Atm attdn + Pointing
= 195,929 + 0,589 + 0,02 +0,015
= 196,553 dB
4.2.4 Perhitungan Data Satelit
Perhitungan mengenai data satelit meliputi PFD (Power Flux Density), IBO/cxr dan OBO/cxr. PFD menunjukan besarnya daya yang dipancarkan suatu terminal dari stasiun bumi yang dapat diterima oleh satelit.
• PFD = EIRPSB – Spreding loss – Rain attup – Atm attup
= 56,833 – 162,12 – 4,34 – 0,02
= - 109,647 dBW/m2
• IBOcxr = SFD + PAD – PFD
= -102,5 +10 –(-109,647)
= 17,147 dB
• OBOcxr = IBOcxr – (IBOagg – OBOagg)
= 17,147 – (3 – 2,5)
= 16,647 dB
• EIRPsatelit = EIRPsaturasi - OBOcxr
= 38 – 16,647
= 21,353 dB
4.2.5 Perhitungan Carrier to Noise Power Ratio (C/N)
Carrier-to-noise power ratio merupakan perbandingan antara sinyal pembawa dengan derau yang diterima. C/N banyak digunakan untuk sistem komunikasi satelit berfungsi sebagai penunjuk kualitas hubungan satelit. Parameter-parameter yang dibutuhkan untuk menghitung C/Ntotal sebagai berikut:
- EIRPSB = 56,833 dBW- Loss propagasidn= 196,553 dB
- EIRPSatelit= 21,353 dBW- Loss propagasiup= 203,729 dB
- G/TSB = 22,280 dB/oK - G/Tsatelit= 0,00 dB/oK
- OBO/cxr= 16,647 dB- Bandwidth occupied=1143,46 kHz
Perhitungan :
• C/Nuplink = EIRPsb - Loss propagasiup + G/Tsatelit – K - Bocc
= 56,833 – 203,729 + 0 – (-228,6) – 60,582
= 21,122 dB
• C/Ndnlink = EIRPsat - Loss propagasidn + G/Tsb – K - Bocc
= 21,353 – 196,553 + 22,28 – (-228,6) -60,582
= 15,098 dB
Setelah diketahui besar C/Nuplink dan C/Ndnlink , maka kita dapat menghitung C/Ntotal dengan mengetahui parameter C/I (Carrier to Interference) sebagai berikut:
- C/I Intermod earth station = 28 dB - C/I uplink ASI = 24 dB
- C/I Intermod satelit = 24 dB - C/I dnlink ASI = 24 dB
- C/I cross polarization = 30 dB
•
=
=
= 0,0277
• =
= 0,0075
• =
= 0,03
•
=
= 15,337
= 10 log (15,337) = 11,857 dB
• Link margin =
= 11,857 - 10,67
= 1,187 dB
4.2.6 Dampak Carrier to Interference (C/I) FM Terhadap C/N total
Berdasarkan data dan perhitungan pada sub bab 4.1.1 didapatkan nilai C/I FM adalah 19.26 dB, maka nilai C/N total (yang diakibatkan oleh interferensi FM) adalah:
=
= +0,0118
= 0,0465
•
=
= 11,9
=10 log (11,9) = 10,757 dB
• Link margin =
= 10,757 -10,67
= 0,87 dB
Dari hasil perhitungan didapat nilai C/N total dengan adanya interferensi FM sebesar 1,1 dB dan nilai link margin pun turun. Sehingga dengan adanya interferensi FM ini mengakibatkan nilai Eb/No turun dan kualitas komunikasi terganggu (BER).
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari Tugas Akhir ini adalah :
a. Level carnier IDR yang terganggu oleh interferensi radio FM adalah sebesar -16,14 dB dengan C/N total sebesar 11,857 dB
b. Level interferensi FM sebesar -35,40 dB dari nilai ini didapat C/N total sebesar 10,757 dB
c. Nilai C/N total dan nilai C/N setelah terjadi interferensi radio FM perbedaannya sebesar 1.1 dB, dengan turunnya nilai C/N total maka kualitas link akan terganggu, untuk penanggulangan sementara adalah dengan menaikan daya dari HPA atau memindahkan carrier yang terinterferensi ke transponder lain
5.2 Saran
a. Adanya pengecekan rutin dengan pengukuran terhadap kualitas kabel IF sehingga interferensi FM dapat dicegah.
Tindakan pencegahan sementara interferensi radio FM terhadap carrier IDR adalah dengan menaikan daya atau memindahkan carrier tersebut ke frekuensi yang tidak terinterferensi radio FM
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Freeman, Roger L, Telecommunication Transmission handbooks, John Wiley & Sons. Inc, 1991
[2]. Radio International Consultative Commute, Satellite Communications, International Telecommunication Union, Geneva, 1988
[3]. Ha, Tri T, Digital Satellite Communications, Second Edition, Mc Graw-Hill, Singapore, 1990
[5]. NN,Materi Pelatihan Sistem Komunikasi Satelit, Telkom Training Center, Cibinong
[6]. NN, Buku Pedoman Operasi dan Pemeliharaan, Elektrindo Nusantara, PT Telkom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
masukkan komentar anda disini